Sabtu, 23 Januari 2016

Cerita: Natalan di Gereja Banteng dan Kegiatan Makan Siang Natal Komunitas Sant'Egidio Jogjakarta - Part 3

Cerita bagian ketiga ini akan saya susun menggunakan bahasa yang lebih resmi sebagai bagian dari laporan penyelenggaraan pesta Makan Siang Natal #MercyChristmas Komunitas Sant'Egidio Jogjakarta


"Meskipun ini adalah acara Makan Siang Natal, acara ini jauh dari kata kristenisasi"

Saya dan Anggi, sahabat saya, tiba di Gereja Paroki Santa Maria Assumpta, Babarsari, pada tanggal 25 Desember 2015 jam 10.35, cukup tepat waktu. Kami segera bergegas masuk ke dalam halaman gereja. Tenda dan meja sudah diatur sejak malam sebelumnya, dan semua bersukaria dalam menyambut tamu-tamu istimewa. Jangan bayangkan presiden atau walikota yang datang. Bukan. Mereka yang datang adalah anak-anak jalanan yang ditemukan di seantero Jogjakarta bagian utara, suster-suster, romo-romo yang telah sepuh, anak-anak panti asuhan, sahabat sekolah damai, beberapa kakek nenek dari beberapa rumah lansia, bahkan ada sahabat-sahabat kami dari pondok pesantren. Kami semua berupaya merayakan kasih dan semangat Natal yang telah diberikan oleh Tuhan dengan cara semangat melayani mereka. Visi kami adalah membuat mereka merasa menjadi tuan dan nyonya yang terhormat dalam pesta kali ini. 

Sekadar gambaran untuk para pembaca, Makan Siang Natal telah diselenggarakan oleh Komunitas Sant'Egidio Jogjakarta sejak 2008, sedangkan Babarsari telah menjadi venue pada tahun 2014 dan 2015. Dalam pesta tersebut kami menyediakan meja yang sudah diberi nomer dan telah ditata rapi, kemudian meja tersebut dikelilingi sekitar 12-25 kursi. Di atas meja tersebut terdapat secarik kertas yang berisikan daftar menu. Ya, mirip sekali seperti di restoran.

Daftar Menu Makanan dan Nomer Meja
(Photo by Anggi)

Hiasan Bunga dan Daftar Menu Makanan, Bagaikan di Restoran!
(Photo by Anggi)

Awalnya kami diarahkan oleh teman-teman komunitas untuk pergi ke belakang gereja dan bertemu dengan koordinator panitia lapangan (panlap). Kami dibriefing untuk beberapa saat, diantaranya untuk penempatan tugas volunteer dan apa saja yang harus dilakukan. Pada dasarnya ada dua peran volunteer, yang pertama membawakan makanan dan yang kedua adalah standby di meja tamu dan menyambut para tamu. Saya berperan sebagai pembawa makanan (runner), sedangkan Anggi berperan sebagai penerima tamu. Kami ditempatkan di meja yang sama, yaitu meja nomer 20. Selain kedua tugas tersebut, ada juga sahabat komunitas yang berperan untuk mendampingi tamu.

Briefing Volunteer
(Photo by Sham Ambrosius)

Para Tamu Melakukan Registrasi
(Photo by Sham Ambrosius)

Kondisi Meja yang Digunakan untuk Acara Makan Siang Natal
(Photo by Anggi)

Tamu-tamu Spesial Kami Mulai Berdatangan, Ayo Bersiap untuk Menyambut Mereka!
(Photo by Anggi)

Salah Satu Kelompok Tamu Spesial Kami, dari Rumah Lansia Parada Padudan
(Photo by Anggi)

Sementara para tamu berdatangan, saya dan teman-teman pembawa makanan lainnya segera bergegas ke belakang untuk mengambil makanan. Sajian pembuka yang dibawa ke meja-meja adalah snack roti dan teh hangat. Di meja saya, Anggi mulai membagi-bagikan makanan dengan sigap. Tampak mereka yang hadir di tempat itu berbahagia untuk dapat mengikuti acara ini. Sembari menunggu tugas membawa makanan selanjutnya, kami mulai bercakap-cakap dengan beberapa ibu-ibu dan anak-anak.

Seorang Suster Duduk Bersama Para Tamu dan Menikmati Hidangan Pembuka

Suasana Panoramik Acara Makan Siang Natal

Rangkaian acara pun dimulai dengan doa pembukaan yang dibawakan secara Katolik, dan dilanjutkan dengan sambutan-sambutan, dan pemberian hadiah kepada yang berulang tahun. Ternyata salah seorang anak di meja saya berulang tahun, namun saya lupa siapa namanya. Selanjutnya, para pembawa makanan segera bergegas ke belakang untuk menghidangkan menu utama.

Menu utama yang kami hidangkan kali ini adalah nasi, ikan fillet, ayam kecap, soto/sup manten, tahu/tempe, dan capcay, beserta air mineral. Awalnya saya cukup lelah untuk pergi dari belakang gereja ke meja saya, namun lama kelamaan saya mulai terbiasa dengan kondisi tersebut. Terlihat bahwa acara Makan Siang Natal ini sudah sangat terorganisasi dengan baik, sehingga tidak menyulitkan kami untuk mobilisasi. 

Acara makan siang diawali dengan doa yang dibawakan secara Islam. Menurut saya, ini adalah cerminan toleransi yang luar biasa, bahwa meskipun agama yang kita yakini berbeda, kita adalah sesama manusia yang saling membutuhkan satu sama lain. Meskipun ini adalah acara Makan Siang Natal, acara ini jauh dari kegiatan kristenisasi. Makan Siang Natal di sini mempunyai arti bahwa kita menyebarkan semangat natal (semangat untuk lahir kembali) dan berbagi sukacita kepada sesama.

Akhirnya acara makan siang dimulai, dan semua orang bergegas mengambil makanan dengan senyum dan canda. Semua orang makan makanan dengan lahap. Tak lama, sajian yang kami hidangkan langsung habis. Sungguh luar biasa! Sembari semua tamu menyantap hidangan, di depan panggung terdapat beberapa hiburan menarik yang dibawakan oleh beberapa orang.

Melayani Sebagai Pondasi Penting Komunitas
(Photo by Sham Ambrosius)

Para Volunteer Bertugas Melayani
(Photo by Sham Ambrosius)

Selanjutnya hidangan penutup mulai dibagikan, yaitu sup buah. Sembari menyantap sup buah, beberapa kelompok mulai mengisi acara di panggung, seperti anak-anak sekolah damai dan pengamen bersuara emas yang membawakan beberapa lagu menarik.

Penampilan Anak-anak yang Sedang Menyanyi Bersama
(Sebenarnya Mereka Sedang Menyanyikan Lagu "Jangan Menyerah")

Penampilan Menyanyi
(Photo by Sham Ambrosius)

Sebagai penutup rangkaian acara Makan Siang Natal, setiap orang mendapatkan hadiah Natal yang tentunya mengesankan. Misalnya, anak-anak mendapatkan hadiah snack ataupun ibu-ibu yang mendapatka hadiah alat-alat kebutuhan rumah tangga. So simple as that but precious!

Akhirnya, saya dan Anggi makan siang bersama sahabat-sahabat volunteer (jadi sebenarnya saat rangkaian acara makan siang, kami semua standby untuk mempersiapkan hidangan untuk para tamu, sehingga kami belum makan). Selanjutnya, kami berfoto bersama beberapa sahabat komunitas, sebelum akhirnya pamit undur diri untuk balik ke kota asal kami. Melalui acara ini, saya menyadari ternyata tidak mudah untuk menjadi seorang pelayan. Meskipun begitu, rasa lelah yang menghinggap tidak sebanding dengan sukacita yang kami dapatkan, dan semoga kami akan terus semangat untuk menyebarkan sukacita kepada sesama kami.

Anggi Bersama Sahabat-sahabat Komunitas. Tebak Saya yang Mana!

Terima kasih saya ucapkan kepada orang tua, sahabat-sahabat Komunitas Sant'Egidio Jogjakarta, Romo dan warga Paroki Babarsari (komunitas lektor dan OMK), Kak Ucu Jonathan, dan sahabat saya, Sesilia Anggi, yang terlibat dalam kegiatan ini. 
Spirit, Sant'Egidio, Spirit!

1 komentar:

  1. baru baca ini... keren2... tapi tuh tahunnya dah bener ? heheh...

    BalasHapus