Kamis, 21 Januari 2016

Pemahaman Agama: Pilihan



Akhirnya saya bisa kembali lagi berjumpa dengan anda, para pembaca, di tahun yang baru ini. Perkenankanlah saya mengucapkan Selamat Tahun Baru 2016! Semoga di tahun yang baru ini kita tetap semangat untuk menjalani hidup dan mensyukuri rahmat yang telah diberikan oleh Tuhan. Okay, artikel ini mungkin cenderung lebih ke arah religi/agama, tetapi menurut saya tidak masalah, apalagi di awal tahun ini, tentunya akan lebih baik jika diawali dengan introspeksi dan penyadaran akan diri.

Berbicara tentang kehidupan, kita sering sekali dihantui dengan masalah atau pilihan. Pilihan itu terkadang begitu berat untuk diambil, namun apabila tidak diambil, justru kita akan semakin dipersulit oleh keadaan. Sesungguhnya pilihan itu adalah kodrat yang telah diberikan Tuhan kepada manusia. Kok bisa ya?

Tuhan telah merancangkan jalan kehidupan kepada kita. Jalannya seperti kota Jakarta. Banyak kelokan, banyak cabang. Kadang pilihannya bisa begitu berat, bisa begitu njomplang (tidak seimbang - bahasa Jawa). Sifat dasar yang Tuhan punya adalah KASIH. Kasih. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, KASIH memiliki makna menyayangi. Tentu saja Tuhan menyayangi kita, dengan menganugerahi kehidupan kepada kita, sehingga kita kita dapat melihat dan merasakan keindahan alam. Namun kata KASIH di sini juga memberi arti memberi/tidak memaksa/tidak mengharapkan imbalan. Kalau merasa bingung, saya akan mencoba memberikan penjelasan melalui kasus berikut ini: 

"Aku memberikan coklat kepada anak jalanan karena aku menyayanginya. Memberi coklat tentu saja harus dengan ketulusan hati, karena apabila mengharapkan imbalan, maka kata "memberi" akan kehilangan esensinya, atau dengan kata lain aku tidak menyayangi/mengasihi anak jalanan tersebut."

Melalui kasus tersebut kita memahami bahwa sifat dasar Tuhan adalah tidak memaksa, termasuk tidak memaksa kita untuk memilih suatu jalan yang telah disediakanNya. Oleh karena itu Tuhan memberikan kehendak bebas kepada kita untuk memilih apa jalan yang menurut kita benar atau tepat untuk menghadapi kehidupan selanjutnya, meskipun ternyata jalan yang kita pilih bukanlah yang Tuhan inginkan. Lalu apakah Tuhan meninggalkan kita karena salah memilih jalan?

Tentu saja tidak. Terkadang Ia menyelipkan suatu peristiwa-peristiwa yang tidak terduga, yang coincidence, yang mungkin saja memaksa kita untuk memahami setiap kejadian yang melampaui batas pemikiran manusia. Sekali lagi, sekalipun Tuhan menyelipkan peristiwa tersebut, tentu saja butuh kepekaan dari pihak manusia untuk memahami apa yang Tuhan ingin sampaikan. Bagaimana caranya untuk menjadi manusia yang peka akan kehadiran Tuhan (bukan pekok)? Saya akan jelaskan di post selanjutnya.

Gambar di samping adalah seekor anjing yang dimiliki oleh Pak Gig (guru agama di SMP saya, di Salatiga, yang memberi inspirasi bagi saya tentang kedalaman ajaran agama). Lucu kan? Hehehehe. Saya sebenarnya lupa nama anjingnya, akan tetapi dia dilahirkan dengan keadaan "istimewa", yaitu salah satu kaki yang tidak dapat berfungsi. Okay, pasti anda mulai berpikir mengapa anjing itu harus terlahir dengan keadaan "istimewa". Bukankah anjing itu ciptaan Tuhan yang juga memiliki kehendak untuk dilahirkan seperti anjing-anjing lainnya? Berdasarkan permenungan saya, Tuhan mempunyai tolak ukur dalam menilai hambaNya/ciptaanNya. Ia bisa jadi dilahirkan dengan kondisi seperti itu karena Tuhan tahu dia kuat, atau mungkin juga Tuhan menginginkan ia menjadi berkat. Kok bisa? Di post selanjutnya saya akan menjelaskan tentang "Menjadi Berkat". Yang pasti berkat anjing inilah, saya terinspirasi untuk menulis post ini.

Lalu apakah hubungannya dengan pilihan? Pada kenyataannya ketika anjing ini dilahirkan, tidak ada saudaranya yang memiliki kondisi "istimewa" tersebut. Anjing ini bisa saja mengucilkan dirinya, bersembunyi, tidak mau makan, diam, lalu mati. Namun tidak! Enam bulan berselang, ketika saya melihat anjing ini, dia tumbuh menjadi seekor anjing yang lincah dan badannya besar seperti ibunya (yang tentu saja juga seekor anjing). Anjing ini memilih untuk tumbuh bersama saudara-saudaranya, tumbuh dan hadir untuk menginspirasi orang-orang di sekitarnya, mempertahankan kodrat hidup, seperti apa yang Tuhan rencanakan pada anjing itu.

Mungkin kok rumit ya, apa tidak ada contoh dari kehidupan penulis? Tentu saja ada, dan ini sederhana! Bahkan saya baru menyadari setelah menulis post ini. Menurut saya ini adalah permenungan yang menghasilkan sesuatu yang terduga. Jadi begini ceritanya.


"Saat itu saya sedangkan mengikuti rekoleksi yang diadakan oleh Pak Gig di Wisma Hastungkarapudya, Kopeng, Kab. Semarang. Beliau berkata bahwa lebih baik tidur lebih awal agar tidak melewatkan pagi yang indah. Kemudian saya bangun sekitar waktu subuh, dan pergi ke lantai teratas untuk melihat pemandangan. Benar saja! Matahari mulai bangkit dari peraduannya, dan perlahan menyinari Gunung Merbabu (terlihat pada gambar kedua). Pemandangan itu sungguh, sungguh luar biasa, dan hati saya begitu tenang dalam melihat keindahan yang Tuhan berikan. Tidak ada kabut, hanya awan cirrus yang menghiasi langit yang biru. Sejuk dan segarnya udara begitu menghangatkan hati, ditambah terik matahari yang menghangatkan tubuh. Luar biasa!"

Kemudian saya mengingat kembali bahwa peristiwa itu bermula dari pilihan yang saya ambil sebelumnya. Mulai dari pilihan saya untuk mengikuti retret tersebut, hingga pilihan saya untuk tidur lebih awal. Tuhan "memberi info" kepada saya tentang retret, namun tidak memaksa saya harus ikut retret itu. Saya mengikuti retret itu karena kehendak pribadi (dan karena disuruh Pak Gig, hehehe - murid semprul, jangan ditiru).

Jadi, melalui post ini saya ingin menyampaikan kembali bahwa kita telah diberi pilihan oleh Tuhan dan kehendak untuk memilih. Terkadang pilihannya begitu berat dan membingungkan, namun kita akan tahu hingga suatu titik, bahwa sebenarnya apa yang kita pilih akan membawa kelegaan terhadap hidup kita. Satu hal yang penting adalah dalam menentukan pilihan yang benar, kita harus mendekatkan diri kepada Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar